Slider

 

LAPORAN PELAYANAN IGD PUSKESMAS KIAJARAN WETAN BULAN SEPTEMBER 2025

 

Laporan pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Puskesmas Kiajaran Wetan bulan September 2025 ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban sekaligus evaluasi menyeluruh terhadap mutu dan capaian pelayanan kesehatan darurat yang diberikan kepada masyarakat di wilayah kerja puskesmas. IGD sebagai unit pelayanan kesehatan yang bersifat cepat, tepat, dan tanggap memiliki peran yang sangat strategis dalam memberikan penanganan awal kepada pasien dengan kondisi darurat medis. Oleh karena itu, dokumentasi secara rinci mengenai tren pembayaran pasien, waktu tanggap tindakan, jenis tatalaksana, hingga variasi diagnosa yang muncul sangat penting sebagai dasar untuk menilai efektivitas, efisiensi, dan keberlanjutan pelayanan.

Data yang dihimpun pada periode September 2025 menunjukkan dinamika yang menarik terkait pola pembayaran pasien. Dari hasil pengolahan data, tercatat bahwa mayoritas pasien, yaitu sebesar 55,9%, menggunakan metode pembayaran umum, sedangkan 44,1% lainnya memanfaatkan layanan BPJS. Kondisi ini menggambarkan adanya keseimbangan relatif antara penggunaan asuransi kesehatan pemerintah dengan pembiayaan mandiri. Perbedaan sebesar 11,8% ini sekaligus mencerminkan variasi latar belakang sosial-ekonomi masyarakat yang dilayani oleh puskesmas, sekaligus menjadi catatan penting dalam penyusunan kebijakan pembiayaan kesehatan di masa depan.

Selain aspek finansial, laporan ini juga menyoroti pentingnya kinerja pelayanan melalui pengukuran waktu tanggap IGD. Waktu tanggap dihitung sejak pasien datang hingga mendapatkan tindakan medis atau meninggalkan fasilitas kesehatan. Data menunjukkan adanya fluktuasi signifikan antarhari. Pada tanggal-tanggal tertentu, pelayanan dapat berjalan sangat cepat dengan rata-rata waktu tanggap hanya 5 menit, sementara pada hari-hari lain, waktu tersebut meningkat hingga 20–30 menit. Variasi ini kemungkinan dipengaruhi oleh jumlah pasien, kompleksitas kasus, maupun ketersediaan tenaga medis pada waktu tertentu. Dengan demikian, analisis ini menjadi indikator penting untuk menilai konsistensi pelayanan serta merumuskan strategi perbaikan, seperti penguatan manajemen antrean, penyesuaian jumlah tenaga pada jam sibuk, serta optimalisasi alur administrasi.

Dari sisi tindakan medis, laporan menunjukkan bahwa penanganan luka, khususnya bersih luka dan hecting, mendominasi intervensi yang dilakukan. Banyaknya kasus ini mengindikasikan tingginya angka kejadian cedera dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, baik akibat aktivitas rumah tangga maupun pekerjaan. Tindakan preventif seperti pemberian Anti Tetanus Serum (ATS) juga kerap menyertai kasus luka terbuka sebagai langkah antisipasi infeksi. Selain itu, kasus ekstraksi kuku, pemeriksaan tanda vital, hingga tindakan kompres alkohol dengan oksigen turut mewarnai spektrum layanan IGD. Hal ini menegaskan bahwa puskesmas tidak hanya berfokus pada kuratif, melainkan juga preventif melalui langkah-langkah medis yang bersifat pencegahan komplikasi.

Aspek diagnosa pasien pun memperkuat gambaran dominasi kasus luka. Data menunjukkan bahwa kode diagnosa Z48 (postprocedural aftercare, khususnya perawatan luka pasca tindakan medis) menempati posisi tertinggi, disusul dengan kasus vulnus laceratum dan vulnus ekskoriatum. Munculnya variasi kasus lain seperti gangguan kuku, abses, diare, kejang demam sederhana, hingga luka dengan lokasi tidak spesifik memperlihatkan bahwa IGD tetap berperan sebagai garda terdepan dalam menjawab berbagai kondisi darurat medis masyarakat.

Melalui penyajian data ini, laporan diharapkan tidak hanya berfungsi sebagai dokumentasi rutin, tetapi juga sebagai instrumen evaluasi dan dasar kebijakan peningkatan mutu pelayanan IGD. Analisis tren pembayaran, waktu tanggap, tindakan medis, serta distribusi diagnosa memberikan gambaran komprehensif mengenai kebutuhan kesehatan masyarakat sekaligus kapasitas pelayanan yang telah dilakukan. Dengan evaluasi berkelanjutan, diharapkan pelayanan IGD Puskesmas Kiajaran Wetan dapat semakin responsif, berkualitas, dan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan, sehingga mampu meningkatkan kepuasan serta keselamatan pasien.

A.    Data Pembayaran Pasien

 

Diagram jawaban Formulir. Judul pertanyaan: Pembayaran. Jumlah jawaban: 34 jawaban.

Data menunjukkan bahwa mayoritas responden, yaitu 55,9%, menggunakan metode pembayaran Umum. Ini mengindikasikan bahwa lebih dari separuh peserta survei membayar secara mandiri, mungkin dengan uang tunai, transfer bank, atau metode non-BPJS lainnya. Di sisi lain, 44,1% responden menggunakan metode pembayaran BPJS. Persentase ini cukup signifikan, menunjukkan bahwa hampir setengah dari populasi yang disurvei memanfaatkan asuransi kesehatan pemerintah tersebut untuk layanan yang mereka gunakan.

Analisis ini menunjukkan adanya ketergantungan yang seimbang antara penggunaan asuransi kesehatan pemerintah dan pembayaran secara mandiri di antara para responden. Walaupun pembayaran umum lebih mendominasi, selisihnya tidak terlalu jauh dengan pengguna BPJS, yaitu hanya 11,8%. Hal ini mungkin mencerminkan beragamnya status pekerjaan, tingkat pendapatan, atau preferensi pribadi dari responden. Secara keseluruhan, data ini penting untuk memahami tren pembayaran dan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan terkait layanan atau kebijakan di masa depan.

B.    Data Tanggap Tindakan Pelayanan IGD

Diagram 1. Data Waktu tanggap Tindakan Per tanggal Pelayanan IGD

Diagram 2. Data Tren rata-rata Waktu Tanggap Pelayanan IGD Per Tanggal

Diagram tren garis yang ditampilkan menggambarkan rata-rata waktu tanggap pasien di fasilitas kesehatan berdasarkan tanggal kunjungan selama periode akhir Agustus hingga pertengahan September 2025. Waktu tanggap dihitung dari selisih antara waktu pasien datang hingga waktu pulang, sehingga dapat mencerminkan seberapa cepat pelayanan diberikan.

Dari hasil pengolahan data, terlihat adanya fluktuasi waktu tanggap antarhari. Pada beberapa tanggal, seperti 29 Agustus 2025 dan 4 September 2025, waktu tanggap relatif singkat, rata-rata hanya sekitar 5 menit. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan berjalan efisien, dengan alur pendaftaran hingga penanganan pasien yang cepat. Namun, pada tanggal-tanggal tertentu seperti 1 September 2025 atau 19 September 2025, waktu tanggap meningkat hingga mencapai rata-rata sekitar 20–30 menit. Peningkatan ini dapat dipengaruhi oleh jumlah pasien yang lebih banyak, kompleksitas kasus yang ditangani, atau keterbatasan tenaga medis pada saat itu.

Secara umum, pola grafik memperlihatkan bahwa waktu tanggap tidak konstan, melainkan sangat dipengaruhi oleh dinamika harian. Fluktuasi tersebut menjadi indikator penting dalam evaluasi mutu pelayanan. Jika tren kenaikan waktu tanggap terus terjadi pada hari-hari tertentu, maka perlu dilakukan analisis mendalam terkait penyebabnya, misalnya beban kerja, sarana prasarana, atau alur administrasi.

Dari sisi manajemen mutu pelayanan kesehatan, idealnya waktu tanggap dapat dijaga agar tetap konsisten dan berada pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan. Waktu tunggu yang terlalu lama dapat menurunkan kepuasan pasien dan menimbulkan persepsi bahwa pelayanan kurang sigap. Sebaliknya, waktu tanggap yang singkat menjadi bukti efisiensi dan kesiapan tenaga kesehatan dalam memberikan layanan.

Dengan demikian, diagram ini tidak hanya menyajikan data numerik, tetapi juga memberikan gambaran nyata tentang variasi kinerja pelayanan setiap harinya. Informasi ini sangat bermanfaat untuk menyusun strategi perbaikan, seperti penambahan tenaga di jam sibuk, pengaturan jadwal kunjungan, atau penerapan sistem antrean yang lebih efektif.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

C.    Data Tindakan tatalaksana Pelayanan IGD

Diagram 3. Data Jenis Tindakan dan Tatalaksana Pelayanan IGD

Diagram batang yang dihasilkan dari data tatalaksana pasien memperlihatkan variasi tindakan medis yang diberikan dalam periode tertentu. Dari visualisasi tersebut, terlihat bahwa tindakan bersih luka menempati posisi paling dominan dibandingkan dengan intervensi lain. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pasien yang datang membutuhkan penanganan luka ringan hingga sedang, baik karena luka sayat, robek, maupun ekskoriasi. Banyaknya kasus bersih luka juga mencerminkan tingginya aktivitas masyarakat yang rentan menimbulkan cedera sehari-hari, sehingga layanan dasar di fasilitas kesehatan lebih banyak difokuskan pada perawatan luka.

Selain itu, tindakan hecting (jahitan luka) juga muncul dengan frekuensi cukup tinggi. Data ini menandakan adanya proporsi pasien dengan luka yang lebih serius sehingga membutuhkan penutupan jaringan. Hecting sering dikombinasikan dengan pemberian suntikan ATS (Anti Tetanus Serum), yang tercatat beberapa kali dilakukan, untuk mencegah risiko infeksi tetanus pada luka terbuka. Keberadaan tindakan ini memperlihatkan pentingnya upaya preventif dalam manajemen luka.

Tatalaksana lain yang juga cukup menonjol adalah ekstraksi kuku dan ekstraksi nail, yang mengindikasikan kasus gangguan kuku atau infeksi pada jari tangan/kaki cukup sering terjadi. Kasus ini kemungkinan berhubungan dengan kebiasaan atau pekerjaan tertentu yang membuat kuku rentan mengalami trauma. Selain itu, terdapat pula tindakan seperti cek tanda-tanda vital (TTV) dan kompres alkohol dengan pemberian oksigen, meskipun frekuensinya lebih sedikit. Hal ini menegaskan bahwa sebagian kecil pasien datang dengan kondisi yang memerlukan evaluasi medis lebih lanjut.

Dari gambaran keseluruhan, diagram ini menunjukkan bahwa layanan kesehatan dasar di fasilitas terkait lebih banyak berfokus pada penanganan luka, baik luka ringan maupun sedang. Dominasi kasus bersih luka juga menggambarkan pola kebutuhan pelayanan masyarakat yang cenderung pada aspek kuratif dibanding preventif. Oleh karena itu, intervensi promotif seperti edukasi pencegahan cedera dan pentingnya menjaga kebersihan luka dapat menjadi strategi tambahan yang bermanfaat untuk mengurangi beban kasus serupa di masa depan.

D.    Data Diagnosa yang dilayani di IGD

Diagram batang yang dihasilkan dari data diagnosa pasien menunjukkan distribusi berbagai jenis kasus medis yang ditangani. Dari grafik terlihat bahwa diagnosa dengan kode Z48(Postprocedural aftercare/Debridement luka setelah Tindakan operasi) menempati jumlah terbanyak. Kode ini biasanya berkaitan dengan perawatan medis pasca tindakan, seperti perawatan luka atau tindak lanjut setelah prosedur tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang datang ke fasilitas kesehatan membutuhkan pemantauan dan penanganan luka, baik karena pembedahan maupun tindakan medis lainnya. Banyaknya kasus Z48 mengindikasikan bahwa pelayanan perawatan luka merupakan kebutuhan dominan di wilayah kerja tersebut.

Selanjutnya, diagnosa Vulnus laceratum juga menempati porsi yang cukup besar. Jenis luka robek ini seringkali disebabkan oleh kecelakaan sehari-hari atau cedera akibat aktivitas kerja maupun rumah tangga. Tingginya kasus vulnus laceratum menandakan pentingnya penyediaan layanan kegawatdaruratan sederhana di tingkat puskesmas. Selain itu, Vulnus ekskoriatum atau luka lecet juga muncul beberapa kali, memperkuat gambaran bahwa perawatan luka menjadi layanan esensial yang harus selalu tersedia.

Di sisi lain, terdapat pula beberapa kasus khusus seperti Nail disorders (gangguan kuku) dan Ekstraksi nail, yang menunjukkan pasien memerlukan penanganan minor terkait kesehatan kuku. Sementara itu, kode diagnosa seperti T14(Injury of unspecified body region), L60 (Ingrowing Nail), R19(Diarrhea), LO2(Abses) , dan KDS(Kejang Demam Sederhana) muncul dalam jumlah lebih sedikit. Walaupun frekuensinya tidak tinggi, hal ini tetap penting karena mencerminkan variasi kasus yang harus ditangani tenaga kesehatan.

Distribusi ini menggambarkan bahwa sebagian besar kasus pasien berkisar pada penanganan luka, baik robek, lecet, maupun luka pasca tindakan medis. Fasilitas kesehatan perlu memperkuat ketersediaan obat-obatan dasar seperti antibiotik, analgesik, vitamin, serta alat penunjang seperti verban, antiseptik, dan ATS. Dengan begitu, pelayanan dapat berjalan optimal sesuai kebutuhan mayoritas pasien. Data ini juga bisa dijadikan bahan evaluasi perencanaan program kesehatan, terutama dalam hal penyediaan sarana prasarana untuk penanganan kasus luka yang mendominasi pelayanan sehari-hari.

Sebagai penutup, laporan pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Puskesmas Kiajaran Wetan bulan September 2025 ini menjadi wujud nyata dari komitmen bersama dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan darurat bagi masyarakat. Data yang dihimpun menunjukkan bahwa mayoritas kasus yang ditangani masih didominasi oleh perawatan luka, baik ringan maupun sedang, dengan variasi tindakan medis yang menegaskan pentingnya kesiapsiagaan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan aman. Pola pembayaran yang relatif seimbang antara penggunaan metode umum dan BPJS juga mencerminkan keberagaman kondisi sosial ekonomi masyarakat yang harus selalu diperhatikan dalam perumusan kebijakan layanan.

Fluktuasi waktu tanggap tindakan yang ditemukan selama periode pengamatan memberikan gambaran penting mengenai dinamika pelayanan harian. Kondisi ini sekaligus menjadi bahan evaluasi agar pelayanan IGD dapat lebih konsisten, baik dari segi kecepatan maupun ketepatan tindakan. Upaya perbaikan berkelanjutan, seperti penguatan sistem antrean, penambahan tenaga pada jam sibuk, hingga optimalisasi sarana prasarana, diharapkan mampu menjaga agar standar pelayanan minimal tetap tercapai.

Melalui hasil analisis data ini, dapat disimpulkan bahwa IGD Puskesmas Kiajaran Wetan telah berupaya maksimal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, meskipun tantangan berupa variasi beban kerja dan kompleksitas kasus masih terus dihadapi. Oleh karena itu, keberadaan laporan ini diharapkan bukan hanya sebagai arsip administrasi, melainkan juga sebagai dasar penyusunan strategi peningkatan mutu pelayanan di masa mendatang.

Akhir kata, laporan ini disusun dengan tujuan agar seluruh pemangku kepentingan, baik tenaga kesehatan, manajemen puskesmas, maupun pihak terkait lainnya, dapat menggunakan informasi yang tersedia sebagai pijakan dalam memperkuat layanan IGD. Dengan komitmen yang tinggi, evaluasi berkelanjutan, serta dukungan semua pihak, Puskesmas Kiajaran Wetan diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam pelayanan gawat darurat, sekaligus berkontribusi nyata dalam mewujudkan masyarakat yang lebih sehat, tanggap, dan terlindungi.

 


https://bit.ly/LAPORANPELAYANANIGDPKMKWSEPT2025 

Posting Komentar

0 Komentar